Selasa, 01 Maret 2011
BI Sempurnakan Kebijakan Restrukturisasi Bank Syariah
Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution di Jakarta, Selasa, mengatakan kebijakan tersebut mencakup kebijakan suku bunga BI rate, kebijakan nilai tukar, menjaga kecukupan cadangan devisa, dan kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan likuiditas domestik, dan kebijakan makroprudensial terhadap aliran masuk modal asing.
Dijelaskannya, terkait kebijakan suku bunga, keputusan BI Rate senantiasa mempertimbangkan lima faktor utama, yaitu proyeksi inflasi dua tahun ke depan dan konsistensinya dengan sasaran inflasi, proyeksi pertumbuhan ekonomi dua tahun ke depan, proyeksi nilai tukar dan faktor penyebabnya, termasuk aliran modal asing, serta pengaruhnya pada proyeksi inflasi dan pertumbuhan ekonomi, perkembangan suku bunga dan kredit perbankan, serta valuasi aset di sektor keuangan.
Dua faktor pertama, lanjut Darmin, diperlukan untuk menjaga konsistensi BI rate dengan pencapaian sasaran inflasi dengan mempertimbangkan dampaknya pada pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, tiga faktor terakhir diperlukan untuk keseimbangan eksternal, stabilitas moneter dan stabilitas sistem
keuangan, sekaligus untuk penilaian terhadap mekanisme transmisi kebijakan moneter.
Ini berimplikasi bahwa keputusan BI Rate akan dilakukan secara terukur dan diubah dalam kondisi yang tepat dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap kesinambungan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sistem keuangan.
Sebagai bagian dari bauran kebijakan, respon suku bunga sangat penting untuk lebih mempertegas sinyal atas kebijakan makroprudensial yang telah lebih dahulu ditempuh seperti Giro Wajib Minimum (GWM).
Meredam peningkatan tekanan inflasi di tengah meningkatnya imported inflation akibat melambungnya harga komoditas juga memerlukan pemberian fleksibilitas bagi nilai tukar rupiah untuk menguat, sehingga kenaikkan BI Rate yang terlalu besar dapat dihindari.
Namun, fleksibilitas tersebut juga harus terkendali agar daya saing ekspor tetap terjaga.
"Bauran kebijakan sebagaimana saya uraikan tersebut, hemat saya merupakan solusi yang memadai untuk merespon tantangan yang semakin komplek saat ini dan ke depan," katanya.
Meski demikian, dalam kondisi dimana aliran modal jangka pendek cukup besar, sementara daya serap perekonomian dan pasar keuangan masih terbatas, maka bauran kebijakan tersebut tetap tidaklah cukup.
Untuk mencapai hasil optimal, kebijakan moneter harus dijalankan secara bersinergi dengan kebijakan fiskal, serta ditopang kebijakan lain terutama untuk mengatasi persoalan pasokan dan kebijakan pendalaman pasar keuangan.
"Kebijakan fiskal yang prudent sangat penting untuk menjaga kesinambungan, namun juga perlu disertai dengan pembelanjaan yang efektif dan efisien sehingga akan lebih memperkuat pertumbuhan ekonomi sekaligus membantu mengurangi ekses likuiditas di pasar keuangan," katanya.
Sementara itu, jalinan koordinasi untuk mengatasi persoalan pasokan dan distribusi perlu terus diperkuat, termasuk melalui optimalisasi peran TPI dan TPID.
Demikian pula, langkah konkret dalam rangka pendalaman pasar keuangan tidak kalah penting untukmembantu mengurangi risiko instabilitas yang ditimbulkan oleh arus modal yang volatile.
http://www.republika.co.id/berita/bisnis-syariah/berita/10/12/30/155417-bi-sempurnakan-kebijakan-restrukturisasi-bank-syariah
Fungsi dan Peran Bank Indonesia
PERAN BANK INDONESIA DALAM STABILITAS KEUANGAN
Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan (perbankan dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah satu alur transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal. Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan mempengaruhi stabilitas sistem keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa stabilitas sistem keuangan juga masih merupakan tugas dan tanggung jawab Bank Indonesia.
Pertanyaannya, bagaimana peranan Bank Indonesia dalam memelihara stabilitas sistem keuangan? Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup kebijakan dan instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:
Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai aspek ekonomi. Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat, akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan suatu kebijakan yang disebut inflation targeting framework.
Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan pembuat kebijakan serta penegakan hukum (law enforcement) harus dijalankan. Bukti yang ada menunjukkan bahwa negara-negara yang menerapkan disiplin pasar, memiliki stabilitas sistem keuangan yang kokoh. Sementara itu, upaya penegakan hukum (law enforcement) dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan stakeholder serta sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk menciptakan stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II.
Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran yang bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki informasi dan keahlian untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem pembayaran.
Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk meredam gangguan dalam sektor keuangan.
Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya sebagai LoLR, Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard. Oleh karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus diterapkan dalam penyediaan likuiditas tersebut.
http://www.bi.go.id/web/id/Perbankan/Stabilitas+Sistem+Keuangan/Peran+Bank+Indonesia/Peran+BI/
pengertian bank, klasifikasi, tugas, dan fungsi kegiatanya
a. Pengertian Bank
Usaha pokok bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, seperti tabungan, deposito, maupun giro, dan menyalurkan dana simpanan tersebut kepada masyarakat yang membutuhkan, baik dalam bentuk kredit maupun bentuk-bentuk lainnya.
Adalah bank yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara. Tahun 1999 lalu lahir bank pemerintah yang baru yaitu Bank Mandiri, yang merupakan hasil merger atau penggabungan bank-bank pemerintah yang ada sebelumnya.
Adalah bank-bank yang sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Bank milik Pemerintah Daerah yang umum dikenal adalah Bank Pembangunan Daerah (BPD), yang didirikan berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1962. Masing-masing Pemerintah Daerah telah memiliki BPD sendiri. Di samping itu beberapa Pemerintah Daerah memiliki Bank Perkreditan Rakyat (BPR).
Setelah pemerintah mengeluarkan paket kebijakan deregulasi pada bulan Oktober 1988 (Pakto 1988), muncul ratusan bank-bank umum swasta nasional yang baru. Namun demikian, bank-bank baru tersebut pada akhirnya banyak yang dilikuidasi oleh pemerintah. Bentuk hukum bank umum swasta nasional adalah Perseroan Terbatas (PT), termasuk di dalamnya Bank Umum Koperasi Indonesia (BUKOPIN), yang telah merubah bentuk hukumnya menjadi PT tahun 1993.
Adalah bank-bank umum swasta yang merupakan perwakilan (kantor cabang) bank-bank induknya di negara asalnya. Pada awalnya, bank-bank swasta asing hanya boleh beroperasi di DKI Jakarta saja. Namun setelah dikeluarkan Pakto 27, 1988, bank-bank swasta asing ini diperkenankan untuk membuka kantor cabang pembantu di delapan kota, yaitu Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung, Denpasar, Ujung Pandang (Makasar), Medan, dan Batam. Bank-bank asing ini menjalaskan fungsi sebagaimana layaknya bank-bank umum swasta nasional, dan mereka tunduk pula pada ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Bank campuran (joint venture bank) adalah bank umum yang didirikan bersama oleh satu atau lebih bank umum yang berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh warga negara dan atau badan hukum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh warga negara Indonesia, dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di luar negeri.
Bank devisa (foreign exchange bank) adalah bank yang dalam kegiatan usahanya dapat melakukan transaksi dalam valuta asing, baik dalam hal penghimpunan dan penyaluran dana, serta dalam pemberian jasa-jasa keuangan. Dengan demikian, bank devisa dapat melayani secara langsung transaksi-transaksi dalam skala internasional.
Bank umum yang masih berstatus non devisa hanya dapat melayani transaki-transaksi di dalam negeri (domestik). Bank umum non devisa dapat meningkatkan statusnya menjadi bank devisa setelah memenuhi ketentuan-ketentuan antara lain: volume usaha minimal mencapai jumlah tertentu, tingkat kesehatan, dan kemampuannya dalam memobilisasi dana, serta memiliki tenaga kerja yang berpengalaman dalam valuta asing